Unek-unek ini sudah lama berkecimpung didalam benak saya, tentang seseorang yang pernah menempati posisi sebagai seorang figur oleh masyarakat Islam Indonesia, seseorang dengan ide-ide yang bahkan ditunggu oleh orang luar Islam sekalipun. Karena pemecahan masalah yang diambil tidak anarkis, tidak merusak tatanan kehidupan, seorang yang mencari pemecahan masalah dengan damai. Beliau bernama Aa Gym.
Apakah kita semua sudah berlaku tidak adil kepada Aa?, berikut saya kedepankan beberapa fakta:
Bangsa kita adalah bangsa Figur:
Islam indonesia merupakan tipikal figur, ada seseorang yang mempunyai budi pekerti "sempurna" dialah nantinya akan menjadi contoh, rujukan pendapat. Saya masih ingat, sewaktu Bapak Zainuddin MZ, dai sejuta umat, datang kekampung saya di Padang Panjang. Seorang teman mengatakan, "Kalau Zainuddin wafat, tandanya hari akan kiamat". Pendapat ini tentu saja merupakan pendapat seorang anak kecil (waktu itu saya masih SD), namun pembicaraan di lapau-lapau (warung atau kedai kopi) seolah mengiyakan pendapat teman saya ini. Setiap sebelum magrib diradio-radio, pendapat keras pak Zainuddin wajib didengar oleh seantero masyarakat padang panjang. Apa saja pendapat pak Zainuddin seolah menjadi gula yang akan dikerubuni oleh umat.
Figur ini mulai hilang (entah sejak kapan?), namun menurut pendapat saya, karena beliau sudah mulai terjun ke arena politik (padahal beliau pernah bilang saya tidak kemana-mana tapi ada dimana-mana), dan mulai terjun ke dunia bisnis.
Figur yang melaju cepat berikutnya adalah Aa Gym, figur yang menurut saya terus berupaya mengikuti sunnah nabi, seorang pedagang, dan tidak sembunyi-sembunyi dalam menyatakan sikapnya terhadap semua permasalahan umat di Indonesia. Figur ini juga mulai hilang sejak kasus poligami yang dilakukan oleh Aa, banyak pendapat yang menyatakan kesalahan Aa. Karena telah menduakan istrinya.
Saya teringat dengan pendapat Ahmad Deedat, yang ditanya oleh para peserta debat di Stockholm (benar ndak nulisnya) Swiss. "Kenapa Islam mengizinkan untuk laki-lakinya berpoligami?", Deedat menjawab: "Agar kaum wanita agama kami, tidak seperti yang terjadi di negara anda!". Jawaban singkat, namun jelas kenapa Islam bisa mengeluarkan hukum seperti itu.
Kondisi sekarang, kita memperdebatkan hal-hal yang aneh:
Karena figur yang didepan bagi masyarakat muslim tidak ada lagi, kalaupun ada biasanya mewakili suatu bendera partai, organisasi tertentu. Membuat umat islam menjadi umat yang melupakan hal-hal yang pokok dalam hidupnya. Kita lihat saja, hal-hal yang diperdebatkan adalah seputar penetapan tanggal 1 syawal. Menentukan ketua organisasi, dan hal-hal lainnya yang menurut saya bukan suatu hal yang perlu diprioritaskan dalam kondisi saat ini.
Kenapa bukan prioritas?, kita lihat sekarang apa yang terjadi pada generasi kita?, lihat sajian media yang diperuntukkan untuk masyarakat sekarang ini. Semuanya berlomba-lomba membuka aib saudaranya sendiri, tidak perlu saya sebutkan reality show yang sedang ngetrend namun intinya adalah menelanjangi orang yang terlibat didalamnya. Mengetes kesetiaan pasangan, menjodohkan orang, mempertemukan orang yang sudah terpisah, tapi dengan cara benar-benar menelanjangi si pelaku. Misalkan saja mengetes kesetiaan pasangan, si pasangan klien reality show ini akan dipertemukan dengan seseorang penggoda (yang dengan santainya mengajaknya mojok berduaan, pegang2an tangan bahkan sampai ke arah yang lebih ekstrem menurut saya, tidak terbayang yang telah dilakukan oleh si klien dengan pasangannya). Yang lain silahkan dinilai sendiri, menjodohkan orang dengan memperlihatkan adegan menggombal masing-masing pasangan.
Belum lagi sinetron-sinetron yang menunjukkan sebuah cara pemecahan masalah dengan instan!, seorang tokoh jahat setelah ratusan episode, dapat saja dengan mudah tobat pada 15 menit episode terakhir, dan langsung hidup bahagia selamanya!. Nilai-nilai yang didapatkan "kita bisa saja berbuat sejahat yang kita suka, nanti kan pada waktunya bisa tobat" benar-benar sudah masuk dalam benak anak-anak dan adik-adik kita.
Bahkan di sinetron anak SD pun sudah mulai berpacaran!, entahlah?, masalah pacaran sebenarnya dipandang oleh islam sebagai apa?, bukankah kalau kita berdua saja, yang ketiga adalah setan?. Sekarang coba perhatikan sekeliling kita, sudah mulai ada pendapat adalah aneh seorang remaja yang tidak berpacaran!, bahkan di radio swasta di Padang Panjang saya pernah mendengar sebuah acara yang menanyakan pendapat anak-anak SMU tentang apakah dia Pacaran sudah dengan izin orang tua?, well...Saat ini pacaran oleh Islam sudah dipandang sebagai hal yang halal ya?. Teman-teman rohis, sekarang dianggap sebagai kelompok eksklusif yang aneh (ingat nabi pernah berpesan, saat akhir zaman disaat itu Islam dianggap sebagai sesuatu yang aneh).
Disaat sekarang ini?, siapa yang bersuara?, saya jadi rindu dengan Aa, apakah kita telah berlaku adil terhadapnya. Pernahkah kita berfikir bahwa tindakan beliau itu dipayungi oleh hukum Islam?, untuk menghindari zina. Dan kita secara sepihak menyatakan bahwa beliau tidak pantas melakukan itu, karena beliau adalah panutan umat, kita sudah tidak percaya dengan hukum Islam!. dan sekarang kita mendapatkan ganjarannya, lambat laun generasi kita sudah dijejali dengan sajian-sajian yang hanya memperhatikan rating, bukan moral para pelakunya dan penontonnya dirumah.
Demokrasi, betulkah ada didalam Islam?
Tentu saja demokrasi yang sedang berkembang di masyarakat Indonesia merupakan salah satu penyumbang utama masyarakat boleh menghakimi kiainya. Dalam demokrasi semua boleh bersuara, tidak penting apakah dia tahu tentang apa yang disuarakannya atau tidak. Setahu saya dalam islam hanya ada 2 sumber hukum, Quran dan Sunnah. Jika tidak tentu saja kita disarankan untuk bermufakat sehingga melahirkan Ijtihad (pendapat para ulama). Dalam demokrasi, sesuai dengan artinya demos dan kratos itu menampung SEMUA PENDAPAT RAKYAT. Bukan tidak mungkin, dalam dunia demokrasi kita bisa mencap seorang kiai menjadi seorang bromocorah!, tanpa melihatnya dalam Alquran dan dalam Sunnah!
Semut di seberang lautan tampak, gajah dipelupuk mata tidak tampak. Peribahasa yang diajarkan oleh guru bahasa Indonesia kita adalah sebuah pembanding yang cocok untuk kondisi saat sekarang ini. Seorang kiai yang menjalankan sunnah, dipandang tidak layak, sedangkan hal-hal yang jelas haram ada didepan mata, kita malah mentolelirnya terjadi, bahkan ikut meramaikan dan mentertawakan sembari mengemil kacang rebus. Pendapat yang muncul sekarang adalah sesuai dengan pendapat kapitalis, "apakah itu menguntungkan bagi saya?, jika iya saya ikut!"